Minggu, 08 April 2012

Pengertian Dan Sejarah Teori Strukturalisme

ganz 08/04/2012
TEORI STRUKTURALISME

1. Pengertian
     Teori strukturalisme sastra merupakan sebuah teori pendekatan terhadap teks-teks sastra yang menekankan keseluruhan relasi antara berbagai unsur teks. Unsur-unsur teks secara berdiri sendiri tidaklah penting. Unsur-unsur itu hanya memperoleh artinya di dalam relasi, baik relasi asosiasi ataupun relasi oposisi. Relasi-relasi yang dipelajari dapat berkaitan dengan mikroteks (kata, kalimat), keseluruhan yang lebih luas (bait, bab), maupun intertekstual (karya-karya lain dalam periode tertentu). Relasi tersebut dapat berwujud ulangan, gradasi, ataupun kontras dan parodi (Hartoko, 1986: 135-136).

        Istilah kritik strukturalisme secara khusus mengacu kepada praktik kritik sastra yang mendasarkan model analisisnya pada teori linguistik modern. tetapi umumnya strukturalisme mengacu kepada sekelompok penulis di Paris yang menerapkan metode dan istilah-istilah analisis yang dikembangkan oleh Ferdinan de Saussure (Abrams, 1981: 188-190). Strukturalisme menentang teori mimetik, yang berpandangan bahwa karya sastra adalah ( tiruan kenyataan), teori ekspresif, yang menganggap sastra pertama-tama sebagai ungkapan perasaan dan watak pengarang, dan menentang teori-teori yang menganggap sastra sebagai media komunikasi antara pengarang dan pembacanya.

Menurut Para Ahli:
1). Ferdinand de Saussure
Meletakkan dasar bagi linguistik modem melalui mazhab yang didirikannya, yaitu mazhab Jenewa. Menurut Saussure prinsip dasar linguistik adalah adanya perbedaan yang jelas antara signifiant (bentuk, tanda, lambang) dan signifie (yang ditandakan), antara parole (tuturan) dan langue (bahasa), dan antara sinkronis dan diakronis. Dengan klasifikasi yang tegas dan jelas ini ilmu bahasa dimungkinkan berkembang menjadi ilmu yang otonom, di mana fenomena bahasa dapat dijelaskan dan dianalisis tanpa mendasarkan dirt atas apa pun yang letaknya di luar bahasa. Saussure membawa perputaran perspektif yang radikal dart pendekatan diakronik ke pendekatan sinkronik. Sistem dan metode linguistik mulai berkembang secara ilmiah dan menghasilkan teori-teori yang segera dapat diterima secara luas. Keberhasilan studi linguistik kemudian diikuti oleh berbagai cabang ilmu lain seperti antropologi, filsafat, psikoanalisis, puisi, dan analisis cerita.

2). Jan Mukarovsky
Memperkenalkan konsep kembar artefakta-objek-estetik. Sastra dianggap sebagai sebuah fakta semiotik yang tetap. Teks-teks sastra dianggap sebagai suatu tanda majemuk dalam konteks luas yang meliputi sistem-sistem sastra dan sosial.

3). Sklovsky
Mengembangkan konsep otomatisasi dan deotomatisasi, yang serupa dengan konsep Roman Jakobson tentang familiarisasi dan defamiliarisasi. Dasar anggapan mereka adalah bahwa bahasa sastra sering kali memunculkan gaya yang berbeda dari gaya bahasa sehari-hari maupun gaya bahasa ilmiah. Struktur bahasa ini pun sering kali menghadirkan berbagai pola yang menyimpang dan tidak biasa.

4). Roland Barthes dan Julia Kristeva (Strukturalisme Perancis)
Mengambangkan seni penafsiran struktural berdasarkan kode-kode bahasa teks sastra. Melalui kode bahasa itu, diungkapkan kode-kode retorika, psikoanalitis, sosiokultural. Mereka menekankan bahwa sebuah karya sastra haruslah dipandang secara otonom. Puisi khususnya dan sastra umumnya harus diteliti secara objektif (yakni aspek intrinsiknya). Keindahan sastra terletak pada penggunaan bahasanya yang khas yang mengandung efek-efek estetik. Aspek-aspek ekstrinsik seperti ideologi, moral, sosiokultural, psikologi, dan agama tidaklah indah pada dirinya sendiri melainkan karena dituangkan dalam cara tertentu melalui sarana bahasa puitik.

2. Sejarah
          Teori strukturalisme memiliki latar belakang sejarah evolusi yang cukup panjang dan berkembang secara dinamis. Dalam perkembangan itu terdapat banyak konsep dan istilah yang berbeda-beda, bahkan saling bertentangan. Misalnya, strukturalisme di Perancis tidak memiliki kaftan erat dengan strukturalisme ajaran Boas, Sapir, dan Whorf di Amerika. Akan tetapi semua pemikiran strukturalisme dapat dipersatukan dengan adanya pembaruan dalam ilmu bahasa yang dirintis oleh Ferdinand de Saussure. Jadi walaupun terdapat banyak perbedaan antara pemikir-pemikir strukturalis, namun titik persamaannya adalah bahwa mereka semua memiliki kaitan tertentu dengan prinsip-prinsip dasar linguistik Saussure (Bertens, 1985: 379-381).

        Teori resepsi pembaca berusaha mengkaji hubungan karya sastra dengan resepsi (penerimaan) pembaca. Dalam pandangan teori ini, makna sebuah karya sastra tidak dapat dipahami melalui teks sastra itu sendiri, melainkan hanya dapat dipahami dalam konteks pemberian makna yang dilakukan oleh pembaca. Dengan kata lain, makna karya sastra hanya dapat dipahami dengan melihat dampaknya terhadap pembaca. Karya sastra sebagai dampak yang terjadi pada pembaca inilah yang terkandung dalam pengertian konkretisasi, yaitu pemaknaan yang diberikan oleh pembaca terhadap teks sastra dengan cara melengkapi teks itu dengan pikirannya sendiri. Tentu saja pembaca tidak dapat melakukan konkretisasi sebebas yang dia kira karena sebenarnya konkretisasi yang dia lakukan tetap berada dalam batas horizon harapannya, yaitu seperangkat anggapan bersama tentang sastra yang dimiliki oleh generasi pembaca tertentu. Horizon harapan pembaca itu ditentukan oleh tiga hal, yaitu;
1. Kaidah-kaidah yang terkandung dalam teks-teks sastra itu sendiri,
2. Pengetahuan dan pengalaman pembaca dengan berbagai teks sastra, dan
3. Kemampuan pembaca menghubungkan karya sastra dengan kehidupan nyata.
Butir ketiga ini ditentukan pula oleh sifat indeterminasi teks sastra, yaitu kesenjangan yang dimiliki teks sastra terhadap kehidupan real atau nyata.
          Teori resepsi sastra beranggapan bahwa pemahaman kita tentang sastra akan lebih kaya jika kita meletakkan karya itu dalam konteks keragaman horizon harapan yang dibentuk dan dibentuk kembali dari zaman ke zaman oleh berbagai generasi pembaca. Dengan begitu, dalam pemahaman kita terhadap suatu karya sastra terkandung dialog antara horizon harapan masa kini dan masa lalu. Jadi, ketika kita membaca suatu teks sastra, kita tidak hanya belajar tentang apa yang dikatakan teks itu, tetapi yang lebih penting kita juga belajar tentang apa yang kita pikirkan tentang diri kita sendiri, harapan-harapan kita, dan bagaimana pikiran kita berbeda dengan pikiran generasi lain sebelum kita. Semua ini terkandung dalam horizon harapan kita.
          Konsep Teori strukturalisme murni yang paling pokok ditunjukan ialah peranan unsur-unsur dalam pembentuk totalitas, kaitannya secara fungsional diantara unsur-unsur tersebut, sehingga totalitas tidak dengan sendirinya sama dengan jumlah unsur -unsurnya.
Menurut Jean Peagnet ada tiga dasar konsep strukturalisme:
1.Unsur kesatuaan sebagai koherensi internal dan pembentuk totalitas
2.Transformasi sebagai bentuk bahan-bahan baru secara terus menerus dan terjadinya saling keterkaitan antar unsur tadi
3.Regulasi diri (self regulating) yakni mengadakan perubahan kekuaatan dari dalam dan unsur-unsur tadi saling mengatur dirinya sendiri.
          Prosedur (metode) teori yang digunakan adalah metode struktural yakni suatu metode yang cara kerjanya membongkar secara struktural unsur-unsur interistik karya sastra yang meliputi didalamnya kebulatan makna, diksi, rima, struktur kalimat, tema, plot, setting, karakter, dan lainnya. Dalam unsu-unsur yang dipaparkan tadi berperan sebagai pembentuk totalitas, selanjutnya terjadi saling keterkaitan antar unsur tadi (transformatif) dan terakhir regurasi diri (self regulating) yakni unsure-unsur tadi saling mengatur dirinya sendiri.
         Asumsi karya sastra berdasarkan teori strukturalisme murni karya satra di pandang dari aspek dalamnya saja yakni konsep bentuk dan isinya saja. Sebagaimana yang di kemukakan oleh Ferdinand de Sausere yang intinya berkaitan dengan konsep Sign dan Meaning (bentuk dan isi) atau seperti yang dikemukakan oleh Luxemburg sebagai signifiant-signifei dan paradigm-syntagma. Pengertiaannya adalah tanda atau bentuk bahasa merupakan unsur pemberi arti dan yang di artikan. Dari dua unsur itulah ditemukan sebuah realitas yang saling berkaitan. Karena itu untuk memberi makna yang tertuang dalam karya sastra, penela’ah harus bisa mencarinya berdasarkan telaah struktur yang dalam hal ini terrefleksi melalui unsur bahasa.

Kelebihan dari teori strukturalisme murni adalah sebagai berikut:
1. Teori stukturalisme murni hampir seluruh bidang kehidupan manusia baik itu dalam laju perkembangan IPTEK, dalam menunjang sarana pra sarana penelitian secara global, dan dalam bidang sastra memicu berkembangnya genre sastra dan lainnya.
2. Menumbuhkan prinsif antarhubungan baik itu hubungan masyarakat dengan sastra,, minat mayarakat terhadap penelitaan inter disipliner, memberi pengaruh terhadap berkembangnya teori sastra.
3. Dianggap sebagai salah satu teori modern yang berhasil membawa manusia pada pemahaman yang maksimal.

Kekurangan ataupun kelemahan dari teori strukturalisme murni ini disebabkan karena teori ini hanya menekankan otonomi dan prinsif objektifitas pada struktur karya sastra yang memiliki beberapa kelemahan pokok ialah sebagai berikut:
1. Karya sastra diasingkan dari konteks dan fungsinya sehingga sastra kehilangan relevensi sosialnya, tercabutnya dari sejarah, dan terpisah dari permasalahan manusia.
2. Mengabaikan pengarang (penulis) sebagai pemberi makna dalam penafsiran terhadap karya sastra. Ini sangat krusial sekali dan berbahaya karena penafsiran tersebut akan mengorbankan cirri khas kepribadian, cita-cita dan juga norma-norma yang di pegang teguh oleh pengarang tersebut dalam kultur sosial tertentu.
3. Otomatis keobjektifitasannya akan diragukan lagi karena memberi kemungkinan lebih besar terhadap campur tangan pembaca didalam penafsiran karya sastra tersebut.
4. Karya sastra tidak dapat diteliti lagi dalam rangka konvensi-konvnsi kesusastraan sehingga pemahaman kita terhadap terhadap genre dan system sastra sangat terbas sekali.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar