Rabu, 12 September 2012

Teori Objektif, Strukturalisme Dan Semiotik Dalam Drama Derita Seorang Anak

ganz, 12/09/212


DRAMA:                                         
Derita Seorang Anak
Drama ini menceritakan tentang kisah persahabatan antara dua orang gadis Desa yang bersahabat sejak kecil. Namun yang membedakan mereka adalah latar belakang keluarga mereka. Dimana yang satu berasal dari keluarga yang selalu bertengakar dan kurangnya keperdulian serta perhatian terhadap anak sedangkan yang satu berasal dari keluarga yang penuh dengan keharmonisan.
Suasana rumah terlihat suram  dan terlihat seoang gadis remaja sedang menangis sambil menutup kedua telinganya dengan bantal. Dia adalah Wati, gadis remaja berumur 17th. Di luar kamar terdengar suara pecahan piring dan makian dari Bapak dan Ibunya Wati.Tidak lama kemudian Wati mengambil handphone-nya dan mencoba menghubungi Sita, sabahat karibnya sejak mereka duduk di Bangku SD. Setelah berbicara melalui handphone, Wati mengambil sebuah tas dan mengemasi pakaian dan buku-buku sekolahnya. Dengan keluar melalui jendela kamar, Wati mencoba kabur dari rumahnya.
Beberapa saat kemudian Wati tiba Dirumah Sita, dan Wati mulai menceritakan satu persatu yang terjadi dalam keluarga mereka.

Sita: “Ada masalah apa lagi sih kamu??”...

Wati: “Sita, aku sudah benar-benar tidak tahan. Hampir setiap hari dan setiap saat aku mendengar bapak dan ibuku bertengkar.”
Sita: “Kamu yang sabar ya. Mungkin memang saat ini bapak dan ibumu sedang ada masalah.
           Kamu sebagai anak tinggal mendoakan saja semoga masalah mereka bisa segera     
           diatasi.”

Wati: “Hatiku hancur waktu mendengar ibuku minta cerai. Seandainya mereka benar-benar
                                 bercerai, aku harus ikut siapa? aku malu, malu sekali Sita.”

Sita: “Kamu jangan bilang begitu…..Aku mengerti sekali perasaanmu, tapi kamu juga jangan
                  sampai terlalu sedih karena aku khawatir kalau kamu terlalu sedih nanti malah  
                               akan mempengaruhi sekolahmu. Kita sebentar lagi mau menghadapi Unas lho.”

Wati: “Ah biarlah, seandainya aku tidak lulus juga mungkin orang tuaku tidak peduli.”

Sita: “Tidak ada orang tua yang tidak peduli dengan anaknya. Hanya mungkin saat ini
                               mereka berdua sedang ada dalam masalah jadi terlihat seperti mereka sedang sibuk                              
                               dengan urusan mereka sendiri.”

Wati: “Percuma aku punya orang tua kalau setiap hari isinya bertengkar saja. Apa mereka
                                berdua tidak malu dengan tetangga yang sudah pasti mendengar suara mereka
                                bertengkar?”

             Dari ruangan dalam rumah keluarlah seorang ibu-ibu sambil membawa pisang goreng dan teh manis.. Ibu itu adalah Ibu Dibyo, Ibunya Sita.

Ibu Dibyo: “Tidak baik bicara seperti itu Wati. Apapun yang terjadi, mereka berdua adalah
                                          orang tuamu. Banyak anak-anak di luar sana yang sangat menginginkan  
                                          mempunyai orang tua.”

Wati: (sambil menunduk dan menangis) Saya harus bagaimana bu?

Ibu Dibyo: “Bersikaplah seperti biasa,tetap menjadi anak yang penurut. Bila ada kesempatan
                                        yang tepat, cobalah bicara dengan bapak ibumu, sampaikan bahwa kamu merasa
                                        sangat tidak nyaman bila mereka berdua bertengkar dan sebagai anak kamu
                                        sangat memerlukan perhatian dari mereka.”

Wati: “Akan saya coba bu…”

Sita: “Nah, kamu jangan sedih lagi ya. Ayo donk tersenyum lagi (sambil mengusap air mata
                               Wati dan membelai rambut Wati)”.

Wati: “Terima kasih Sita, terima kasih bu. Sita, beruntung sekali kamu memiliki Ibu yang 
                                sabar.”

Sita: “Lho sejak dulu kan kamu sudah dianggap bagian dari keluargaku. jadi ibuku juga
                               ibumu lho. Benar kan bu?”

Ibu Dibyo: “Iya benar. wati sudah ibu anggap seperti anak ibu sendiri.”

Wati: “Bu, malam ini saya boleh menginap disini?”

Ibu Dibyo: “Boleh, tapi kamu harus telp ke rumah dulu. Beritahu Bapak dan Ibumu kalau
                                        kamu menginap disini supaya mereka berdua tidak bingung mencarai kamu ada         
                                        dimana.”

Wati: “iya bu, terima kasih.”
Keesokan harinya, Wati pulang dengan suasana hati yang sedih. Namun ketika didepan pintu rumah ternyata orang tua wati sudah menunggu didepan pintu. Dan kemudian orang tuanya meminta maaf kepada wati.
Ayah & Ibu: Wati….!! (dengan wajah sedih)
Wati: Ayah…..,Ibu……! (penuh keheranan)
Ibu: “Maafkan ayah dan ibu ya nak...Kami sadar, bahwa selama ini kami kurang kami sendiri.” (sambil menangis dan memeluk)
Ayah: “Iya nak…Maafkan kami, karna kami egois….Tidak pernah menyadari akan hati seorang anak yang terpukul dibalik setiap pertengkaran kami.” (sambil menangis dan memeluk)
Wati: “Janji ya sama wati….” (sambil menangis)
Ayah & Ibu: Iya sayaaaaang..,Kami janji!
Disaat itu pun, tersadarlah Wati akan perkataan (nasehat) Sita dan Ibu Dibyo. Ternyata dengan adanya “persahabatan” dapat menimbulkan rasa kekeluargaan. Ia merasa sangat bersyukur memiliki sahabat seperti sita yang selalu setia membantunya ketika ia dalam masalah.

Penerapannya:

1.     Teori Objektif dan Teori Strukturalisme
Ada delapan unsur dalam drama menurut Drs.Yacob Sumardjo
a)     Tema:       Ide atau gagasan yang menduduki tempat utama dalam
drama diatas yaitu “Persahabatan”.
b)     Plot:          Jalan cerita dari drama diatas terdiri dari:
-          Situation (melukiskan suatu keadaan dalam drama)
-          Rising action (keadaan mulai memuncak)
-          Konflik (perjuangan, pertentangan dalam drama)
-          Climax (puncak cerita dalam drama)
-          Dencuement (pemecahan persoalan dalam drama)
-          Ending (akhir cerita)
c)      Karakter:  Watak dan sifat kejiwaan dari para tokoh.
-          Wati:         Baik, penurut, rendah hati, gampang tersinggung
-          Sita:           Baik, peduli,
-          Ayah:        Egois, penyayang tetapi kurang perduli
-          Ibu:           Egois, penyayang
-          Ibu Dibyo:            Penasihat, baik, penyayang
d)     Setting:     Latar belakang fisik, yang meliputi unsur tempa, waktu dan suasana
dalam sebuah drama.
ü  Tempat:    Dirumah
ü  Suasana:   Sedih, mengharukan, menyedihkan, dan senang.
ü  Waktu:      Siang dan malam hari
e)       Dialog:     Ciri khas suatu drama yaitu naskah yang berbentuk percakapan atau
dialog. Dialog dalam drama tersebut merupakan dialog yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari sesuai hakikat drama yang merupakan tiruan kehidupan masyarakat. Disebut dialog karena percakapan itu minimal dilakukan oleh dua orang atau lebih. Kutipan teks drama di atas dapat disebut sebagai dialog karena diucapkan secara bergantian oleh tokoh yang ada dalam drama. Selain dialog, dalam drama juga ada monolog (adegan sandiwara dengan pelaku tunggal yang membawakan percakapan seorang diri; pembicaraan yang dilakukan dengan diri sendiri), prolog (pembukaan atau pengantar naskah yang berisi keterangan atau pendapat pengarang tentang cerita yang akan disajikan), dan epilog (bagian penutup pada karya sastra yang fungsinya menyampaikan intisari atau kesimpulan pengarang mengenai cerita yang disajikan). 
f)       Pembagian Waktu/babak:
v  Babak pertama:
Ruangan dalam rumah yang telah didekorasi sesuai dengan suasana rumah yang suram terlihat seorang gadis remaja sedang menangis sambil menutup kedua telinganya dengan bantal. Dia adalah Wati, gadis remaja berumur 17th. Di luar kamar terdengar suara pecahan piring dan makian dari Bapak dan Ibunya Wati.Tidak lama kemudian Wati mengambil handphone-nya dan mencoba menghubungi Sita, sabahat karibnya sejak mereka duduk di Bangku SD. Setelah berbicara melalui handphone, Wati mengambil sebuah tas dan mengemasi pakaian dan buku-buku sekolahnya. Dengan keluar melalui jendela kamar, Wati mencoba kabur dari rumahnya.
v  Babak kedua:
Sebuah ruangan telah disediakan. Beberapa saat kemudian Wati tiba Dirumah Sita, dan Wati mulai menceritakan satu persatu yang terjadi dalam keluarga mereka.
v  Babak ketiga:
Dari ruangan dalam rumah keluarlah seorang ibu-ibu sambil membawa pisang goreng dan teh manis.. Ibu itu adalah Ibu Dibyo, Ibunya Sita. Ia menasehati wita yang pada saat itu batinnya sedang tertekan.
v  Babak keempat:
Keesokan harinya, Wati pulang dengan suasana hati yang sedih. Namun ketika didepan pintu rumah ternyata orang tua wati sudah menunggu didepan pintu. Dan kemudian orang tuanya meminta maaf kepada wati.
g)     Efek:          Hasil atau akibat dari drama tersebut yaitu saat anda menyaksikan sebuah   
drama yang dilakonkan oleh para tokoh, emosimu pun terlibat dalam cerita yang diperankan tersebut. Itu artinya, penulis naskah drama tersebut mampu membangun sebuah cerita menjadi konflik pada masing-masing tokoh sehingga cerita mengalir sebagaimana kejadian sesungguhya. Hal itu tidak terlepas dari kemahiran penulis naskah untuk menghidupkan drama tersebut.
h)     Retorika:  Bujuk-rayuan secara persuasi yang ada dalam drama dilakonkan oleh:
Ø  Dilakonkan oleh Sita Ibu dibyo, mereka membujuk Wita yang saat itu sedang tertekan karena ada masalah dalam keluarga mereka.
Ø  Dilakonkan oleh Ayah dan Ibu Wati, dimana mereka membujuk Wati agar memaafkan kedua orang tuanya.

2.     Teori Semiotik
Dalam setiap drama selalu ada tanda-tanda yang dapat dianalisa dengan semiotika, tanda-tanda ini yang dapat menjadi penunjang pemahaman penikmat drama yang dapat digali dengn cara yang berbeda-beda sesuai dengan konsep pemahaman dari masing-masing individu yang berbeda pula. Namun sebenarnya perbedaan pemahaman inilah yang justru menambah nilai keindahan suatu drama sebagai pertunjukan.
Banyak tanda maupun penanda yang dapat ditemukan dari masing-masing pemain saat memerankan tokoh-tokoh dalam drama ini, tanda dan menanda dalam drama diatas terdapat dalam penggalan kalimat “Wati mengambil sebuah tas dan mengemasi pakaian dan buku-bukunya”. Itu menandakan bahwa ia akan mencoba kabur dari rumah, menandakan bahwa ia sedang ada dalam masalah dan menandakan bahwa mencari ketenangan.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar