DRAMA:
Derita Seorang Anak
Drama ini menceritakan
tentang kisah persahabatan antara dua orang gadis Desa yang bersahabat sejak
kecil. Namun yang membedakan mereka adalah latar belakang keluarga mereka.
Dimana yang satu berasal dari keluarga yang selalu bertengakar dan kurangnya
keperdulian serta perhatian terhadap anak sedangkan yang satu berasal dari
keluarga yang penuh dengan keharmonisan.
Suasana
rumah terlihat suram dan terlihat seoang
gadis remaja sedang menangis sambil menutup kedua telinganya dengan bantal. Dia
adalah Wati, gadis remaja berumur 17th. Di luar kamar terdengar suara pecahan
piring dan makian dari Bapak dan Ibunya Wati.Tidak lama kemudian Wati mengambil
handphone-nya dan mencoba menghubungi Sita, sabahat karibnya sejak mereka duduk
di Bangku SD. Setelah berbicara melalui handphone, Wati mengambil sebuah tas
dan mengemasi pakaian dan buku-buku sekolahnya. Dengan keluar melalui jendela
kamar, Wati mencoba kabur dari rumahnya.
Beberapa
saat kemudian Wati tiba Dirumah Sita, dan Wati mulai menceritakan satu persatu
yang terjadi dalam keluarga mereka.
Sita: “Ada masalah apa lagi sih kamu??”...
Wati: “Sita, aku sudah benar-benar tidak tahan. Hampir setiap hari
dan setiap saat aku mendengar bapak dan ibuku bertengkar.”
Sita: “Kamu yang sabar ya. Mungkin memang saat ini bapak dan ibumu
sedang ada masalah.
Kamu sebagai anak
tinggal mendoakan saja semoga masalah mereka bisa segera
diatasi.”
Wati: “Hatiku hancur waktu mendengar ibuku minta cerai. Seandainya mereka benar-benar
Wati: “Hatiku hancur waktu mendengar ibuku minta cerai. Seandainya mereka benar-benar
bercerai, aku harus ikut siapa? aku malu,
malu sekali Sita.”
Sita: “Kamu jangan bilang begitu…..Aku mengerti sekali perasaanmu, tapi kamu juga jangan
Sita: “Kamu jangan bilang begitu…..Aku mengerti sekali perasaanmu, tapi kamu juga jangan
sampai
terlalu sedih karena aku khawatir kalau kamu terlalu sedih nanti malah
akan mempengaruhi
sekolahmu. Kita sebentar lagi mau menghadapi Unas lho.”
Wati: “Ah biarlah, seandainya aku tidak lulus juga mungkin orang tuaku tidak peduli.”
Sita: “Tidak ada orang tua yang tidak peduli dengan anaknya. Hanya mungkin saat ini
Wati: “Ah biarlah, seandainya aku tidak lulus juga mungkin orang tuaku tidak peduli.”
Sita: “Tidak ada orang tua yang tidak peduli dengan anaknya. Hanya mungkin saat ini
mereka berdua sedang ada dalam masalah
jadi terlihat seperti mereka sedang sibuk
dengan urusan
mereka sendiri.”
Wati: “Percuma aku punya orang tua kalau setiap hari isinya bertengkar saja. Apa mereka
Wati: “Percuma aku punya orang tua kalau setiap hari isinya bertengkar saja. Apa mereka
berdua tidak
malu dengan tetangga yang sudah pasti mendengar suara mereka
bertengkar?”
Dari ruangan dalam rumah keluarlah seorang ibu-ibu sambil membawa pisang goreng dan teh manis.. Ibu itu adalah Ibu Dibyo, Ibunya Sita.
Ibu Dibyo: “Tidak baik bicara seperti itu Wati. Apapun yang terjadi, mereka berdua adalah
Dari ruangan dalam rumah keluarlah seorang ibu-ibu sambil membawa pisang goreng dan teh manis.. Ibu itu adalah Ibu Dibyo, Ibunya Sita.
Ibu Dibyo: “Tidak baik bicara seperti itu Wati. Apapun yang terjadi, mereka berdua adalah
orang tuamu. Banyak anak-anak di luar sana
yang sangat menginginkan
mempunyai
orang tua.”
Wati: (sambil menunduk dan menangis) Saya harus bagaimana bu?
Ibu Dibyo: “Bersikaplah seperti biasa,tetap menjadi anak yang penurut. Bila ada kesempatan
Wati: (sambil menunduk dan menangis) Saya harus bagaimana bu?
Ibu Dibyo: “Bersikaplah seperti biasa,tetap menjadi anak yang penurut. Bila ada kesempatan
yang
tepat, cobalah bicara dengan bapak ibumu, sampaikan bahwa kamu merasa
sangat
tidak nyaman bila mereka berdua bertengkar dan sebagai anak kamu
sangat
memerlukan perhatian dari mereka.”
Wati: “Akan saya coba bu…”
Sita: “Nah, kamu jangan sedih lagi ya. Ayo donk tersenyum lagi (sambil mengusap air mata
Wati: “Akan saya coba bu…”
Sita: “Nah, kamu jangan sedih lagi ya. Ayo donk tersenyum lagi (sambil mengusap air mata
Wati
dan membelai rambut Wati)”.
Wati: “Terima kasih Sita, terima kasih bu. Sita, beruntung sekali kamu memiliki Ibu yang
Wati: “Terima kasih Sita, terima kasih bu. Sita, beruntung sekali kamu memiliki Ibu yang
sabar.”
Sita: “Lho sejak dulu kan kamu sudah dianggap bagian dari keluargaku. jadi ibuku juga
Sita: “Lho sejak dulu kan kamu sudah dianggap bagian dari keluargaku. jadi ibuku juga
ibumu
lho. Benar kan bu?”
Ibu Dibyo: “Iya benar. wati sudah ibu anggap seperti anak ibu sendiri.”
Ibu Dibyo: “Iya benar. wati sudah ibu anggap seperti anak ibu sendiri.”
Wati: “Bu, malam ini saya boleh menginap disini?”
Ibu Dibyo: “Boleh, tapi kamu harus telp ke rumah dulu. Beritahu Bapak dan Ibumu kalau
kamu
menginap disini supaya mereka berdua tidak bingung mencarai kamu ada
dimana.”
Wati: “iya bu, terima kasih.”
Wati: “iya bu, terima kasih.”
Keesokan
harinya, Wati pulang dengan suasana hati yang sedih. Namun ketika didepan pintu
rumah ternyata orang tua wati sudah menunggu didepan pintu. Dan kemudian orang
tuanya meminta maaf kepada wati.
Ayah & Ibu:
Wati….!! (dengan wajah sedih)
Wati:
Ayah…..,Ibu……! (penuh keheranan)
Ibu: “Maafkan
ayah dan ibu ya nak...Kami sadar, bahwa selama ini kami kurang kami sendiri.” (sambil
menangis dan memeluk)
Ayah: “Iya nak…Maafkan kami, karna kami egois….Tidak
pernah menyadari akan hati seorang anak yang terpukul dibalik setiap
pertengkaran kami.” (sambil menangis dan memeluk)
Wati: “Janji ya sama wati….” (sambil menangis)
Ayah & Ibu: Iya sayaaaaang..,Kami janji!
Disaat itu pun, tersadarlah Wati akan perkataan
(nasehat) Sita dan Ibu Dibyo. Ternyata dengan adanya “persahabatan” dapat
menimbulkan rasa kekeluargaan. Ia merasa sangat bersyukur memiliki sahabat
seperti sita yang selalu setia membantunya ketika ia dalam masalah.
Penerapannya:
1. Teori Objektif dan Teori Strukturalisme
Ada delapan unsur dalam
drama menurut Drs.Yacob Sumardjo
a) Tema: Ide
atau gagasan yang menduduki tempat utama dalam
drama diatas yaitu
“Persahabatan”.
b) Plot: Jalan
cerita dari drama diatas terdiri dari:
-
Situation (melukiskan suatu keadaan
dalam drama)
-
Rising action (keadaan mulai memuncak)
-
Konflik (perjuangan, pertentangan dalam
drama)
-
Climax (puncak cerita dalam drama)
-
Dencuement (pemecahan persoalan dalam
drama)
-
Ending (akhir cerita)
c) Karakter: Watak
dan sifat kejiwaan dari para tokoh.
-
Wati: Baik,
penurut, rendah hati, gampang tersinggung
-
Sita: Baik,
peduli,
-
Ayah: Egois,
penyayang tetapi kurang perduli
-
Ibu: Egois,
penyayang
-
Ibu Dibyo: Penasihat, baik, penyayang
d) Setting: Latar
belakang fisik, yang meliputi unsur tempa, waktu dan suasana
dalam sebuah drama.
ü Tempat: Dirumah
ü Suasana: Sedih,
mengharukan, menyedihkan, dan senang.
ü Waktu: Siang
dan malam hari
e)
Dialog: Ciri khas suatu drama yaitu naskah yang
berbentuk percakapan atau
dialog. Dialog
dalam drama tersebut merupakan dialog yang digunakan dalam kehidupan
sehari-hari sesuai hakikat drama yang merupakan tiruan kehidupan masyarakat. Disebut dialog karena percakapan itu minimal dilakukan oleh dua
orang atau lebih. Kutipan teks drama di atas dapat disebut sebagai dialog
karena diucapkan secara bergantian oleh tokoh yang ada dalam drama. Selain
dialog, dalam drama juga ada monolog (adegan sandiwara dengan pelaku tunggal
yang membawakan percakapan seorang diri; pembicaraan yang dilakukan dengan diri
sendiri), prolog (pembukaan atau pengantar naskah yang berisi keterangan atau
pendapat pengarang tentang cerita yang akan disajikan), dan epilog (bagian
penutup pada karya sastra yang fungsinya menyampaikan intisari atau kesimpulan
pengarang mengenai cerita yang disajikan).
f)
Pembagian
Waktu/babak:
v Babak pertama:
Ruangan dalam rumah
yang telah didekorasi sesuai dengan suasana rumah yang suram terlihat seorang
gadis remaja sedang menangis sambil menutup kedua telinganya dengan
bantal. Dia adalah Wati, gadis remaja berumur 17th. Di luar kamar terdengar
suara pecahan piring dan makian dari Bapak dan Ibunya Wati.Tidak lama kemudian
Wati mengambil handphone-nya dan mencoba menghubungi Sita, sabahat karibnya
sejak mereka duduk di Bangku SD. Setelah berbicara melalui handphone, Wati
mengambil sebuah tas dan mengemasi pakaian dan buku-buku sekolahnya. Dengan
keluar melalui jendela kamar, Wati mencoba kabur dari rumahnya.
v Babak kedua:
Sebuah ruangan telah disediakan. Beberapa saat
kemudian Wati tiba Dirumah Sita, dan Wati mulai menceritakan satu persatu yang
terjadi dalam keluarga mereka.
v Babak ketiga:
Dari ruangan dalam rumah keluarlah seorang
ibu-ibu sambil membawa pisang goreng dan teh manis.. Ibu itu adalah Ibu Dibyo,
Ibunya Sita. Ia menasehati wita yang pada saat itu batinnya sedang tertekan.
v Babak keempat:
Keesokan harinya, Wati pulang dengan suasana
hati yang sedih. Namun ketika didepan pintu rumah ternyata orang tua wati sudah
menunggu didepan pintu. Dan kemudian orang tuanya meminta maaf kepada wati.
g) Efek: Hasil atau
akibat dari drama tersebut yaitu saat anda menyaksikan sebuah
drama yang dilakonkan oleh para tokoh, emosimu
pun terlibat dalam cerita yang diperankan tersebut. Itu artinya, penulis naskah
drama tersebut mampu membangun sebuah cerita menjadi konflik pada masing-masing
tokoh sehingga cerita mengalir sebagaimana kejadian sesungguhya. Hal itu tidak
terlepas dari kemahiran penulis naskah untuk menghidupkan drama tersebut.
h) Retorika: Bujuk-rayuan
secara persuasi yang ada dalam drama dilakonkan oleh:
Ø Dilakonkan oleh Sita Ibu dibyo, mereka membujuk Wita yang saat itu
sedang tertekan karena ada masalah dalam keluarga mereka.
Ø Dilakonkan oleh Ayah dan Ibu Wati, dimana mereka membujuk Wati
agar memaafkan kedua orang tuanya.
2. Teori Semiotik
Dalam setiap drama selalu ada
tanda-tanda yang dapat dianalisa dengan semiotika, tanda-tanda ini yang dapat
menjadi penunjang pemahaman penikmat drama yang dapat digali dengn cara yang
berbeda-beda sesuai dengan konsep pemahaman dari masing-masing individu yang
berbeda pula. Namun sebenarnya perbedaan pemahaman inilah yang justru menambah
nilai keindahan suatu drama sebagai pertunjukan.
Banyak tanda maupun penanda yang dapat
ditemukan dari masing-masing pemain saat memerankan tokoh-tokoh dalam drama
ini, tanda dan menanda dalam drama diatas terdapat dalam penggalan kalimat
“Wati mengambil sebuah tas dan mengemasi pakaian dan buku-bukunya”. Itu menandakan
bahwa ia akan mencoba kabur dari rumah, menandakan bahwa ia sedang ada dalam
masalah dan menandakan bahwa mencari ketenangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar